Tabanan — Polemik kebijakan jalur domisili dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang SMA/SMK tahun ajaran 2025/2026 terus mengundang perhatian publik. Kebijakan yang mewajibkan calon siswa melampirkan nilai rapor semester satu hingga lima itu dinilai berpotensi menimbulkan ketimpangan, terutama bagi siswa yang berdomisili di dekat sekolah tetapi memiliki nilai rapor di bawah rata-rata.

Ketua Komisi IV DPRD Tabanan, I Gusti Komang Wastana, menegaskan bahwa syarat tersebut dapat tumpang tindih dengan jalur akademik, yang sama-sama berpatokan pada nilai rapor. Menurutnya, jalur domisili seharusnya memberikan afirmasi kepada siswa sekitar sekolah, bukan justru menyisihkan mereka.
“Jangan sampai yang rumahnya dekat tidak diterima hanya karena nilainya kalah,” ujar Wastana, Selasa (17/6).

Wastana menyampaikan bahwa persoalan tersebut mencuat setelah Komisi IV menggelar rapat dengan Balai Mutu Pendidikan Provinsi Bali dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah se-Tabanan. Ia berharap Dinas Pendidikan Provinsi Bali melakukan kajian mendalam, mengingat kewenangan SMA/SMK berada pada pemerintah provinsi. Ia juga menegaskan bahwa ketentuan serupa tidak diterapkan pada perpindahan jenjang SD ke SMP. “Kalau SD ke SMP masih seperti sebelumnya,” tuturnya.

Selain itu, Wastana menyoroti minimnya jumlah SMA/SMK negeri di Tabanan yang dikhawatirkan akan menyulitkan siswa dalam proses seleksi, meskipun mereka diberi kesempatan mendaftar ke tiga sekolah. “Kalau tidak diterima di tiga-tiganya, ke mana mereka harus pergi? SMA swasta juga sangat terbatas,” tambahnya.

Ia juga mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam memberikan subsidi bagi siswa dari keluarga kurang mampu yang belum memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP), jika mereka terpaksa harus bersekolah di sekolah swasta.

Ketua Dewan Pendidikan Tabanan, Drs. I Wayan Suwira, M.Si, turut memberikan tanggapan atas polemik ini. Suwira menegaskan bahwa kebijakan pendidikan harus mengedepankan asas keadilan, inklusivitas, dan kemudahan akses bagi seluruh siswa. Menurutnya, pemberlakuan jalur domisili dengan syarat nilai rapor justru berpotensi menimbulkan kebingungan di masyarakat dan mengaburkan tujuan utama zonasi.

“Jalur domisili itu prinsipnya untuk mendekatkan layanan pendidikan, bukan menjadi jalur kompetitif berbasis nilai rapor. Kalau syaratnya sama dengan jalur akademik, ini tentu perlu dikaji ulang,” ujar Suwira.

Ia menilai bahwa pemerintah provinsi perlu memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak menimbulkan kesenjangan baru, terutama bagi siswa dari keluarga menengah ke bawah atau mereka yang tinggal dekat sekolah namun secara akademik berada pada tingkat sedang.

Suwira juga menyoroti pentingnya komunikasi kebijakan yang jelas agar orang tua dan siswa tidak salah memahami alur pendaftaran. “Jangan sampai masyarakat bingung karena aturan yang multitafsir. Pendidikan harus memberi kepastian, bukan menambah kekhawatiran,” tegasnya.

Dewan Pendidikan, kata Suwira, siap memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah daerah dan provinsi demi memastikan bahwa SPMB berjalan transparan, adil, dan berpihak pada kepentingan peserta didik.

Komisi IV DPRD Tabanan menyatakan komitmennya untuk mengawal isu ini hingga mendapat perhatian dari Dinas Pendidikan Provinsi Bali maupun Gubernur Bali. Mereka berharap kebijakan SPMB dapat disesuaikan agar tidak menimbulkan keresahan maupun ketidakadilan bagi siswa di Kabupaten Tabanan.

“Kami ingin ini dikaji lebih matang,” tandas Wastana.

Dewan Pendidikan Tabanan bersama Komisi IV DPRD menegaskan bahwa kebijakan pendidikan harus menjamin pemerataan akses, bukan menciptakan seleksi berlapis yang membebani siswa dan orang tua.

Leave a comment